Rabu, 23 Oktober 2013

Presiden SBY “Banci”. DPR-MPR “Bencong”?

[RR1online]:
MAAF, artikel ini harus saya beri judul seperti di atas, bukan karena SBY maupun sejumlah anggota DPR-MPR (yang pria) sudah memakai gaun dan berdandan layaknya seorang wanita. Sekali lagi, bukan seperti itu! Kalau pun iya, maka tentu itu terpulang dari masing-masing individu yang bersangkutan, atau mungkin menurut cara pandang berbagai pihak saja.

Yang jelas, artikel ini bertujuan untuk hanya mencari sebuah pembenaran, sekaligus bermaksud sebagai “nyanyian” kekecewaan dari saya terhadap kondisi bangsa kita yang saat ini masih banyak dirundung nestapa karena kemiskinan, karena kebodohan, dan karena ketidakberdayaan akibat kesulitan ekonomi yang belum jua sejauh ini bisa diatasi pemerintah.

Sementara di sisi lain, dengan kondisi negeri yang masih begitu banyak bertumpuk dengan masalah, pemerintah (terutama presiden dan sebagian besar anggota DPR-MPR) malah nampaknya hanya pandai berbicara dan sibuk ke sana ke mari mengejar kepentingan kelompok dan diri sendiri. Sampai-sampai, anggaran yang sedianya menjadi hak rakyat pun boleh jadi tak sedikit dilahap, dari jumlah kecil hingga yang bernilai besar, semuanya disikat, seakan sudah menjadi sebuah “budaya” dalam sebuah lingkaran kekuasaan yang menganut prinsip “memanfaatkan kesempatan selagi ada”.

Sesungguhnya, hal itu sudah menjadi rahasia umum, artinya semua orang sudah tahu. Sebab, hal itu telah lama menjadi perbincangan di mana-mana tentang kondisi bangsa yang masih berlangsung begitu-begitu saja, juga dengan masih terpeliharnya “budaya” elit parpol dan pejabat negara yang banyak gemar melakukan perbuatan “kotor” itu, seperti korupsi-nepotisme-kolusi dan lain sebagainya.

Sejauh ini, publik juga sangat yakin, bahwa sesungguhnya SBY sebagai presiden tentu tahu persis dengan kondisi negeri yang masih memiliki banyak persoalan yang belum teratasi hingga saat ini. Dan sangat mungkin SBY pun sangat tahu siapa-siapa yang saat ini sedang “asyik” berkorupsi-ria. Hanya sangat disayangkan, ketika telah mengetahui kondisi seperti itu, SBY sebagai presiden justru terlihat hanya lebih banyak cincong (banci) atau banyak bicara, curhat, jumpa Pers, bahkan membuat sejumlah album lagu dan lain sebagainya.

Jika SBY tidak mengetahui apa-apa tentang kondisi tersebut di atas (termasuk tidak mengetahui siapa-siapa yang melakukan korupsi), maka menurut saya, SBY memang benar-benar bukanlah presiden yang baik, serta bukan sosok pemimpin yang dibutuhkan dan yang diharapkan rakyat saat ini.

Ketegasan SBY dalam menyikapi setiap persoalan negara dan bangsa, selama ini sebetulnya sangat diharapkan rakyat agar dapat segera diikuti dengan aksi gerak cepat melalui tindakan nyata. Bukan hanya sekadar mengajak atau mengimbau, apalagi jika cuma curhat-curhatan melalui corong (jumpa Pers) yang ujung-ujungnya SBY malah bisa disebut sebagai “banci” (banyak cincong) tanpa solusi.

Jika memang SBY tak ingin disebut “banci”, atau kalau memang SBY ingin disebut orang yang paling di depan dalam hal memberantas korupsi, maka SEGERA lakukan terobosan, misalnya, BANTU dan LINDUNGI KPK dalam membongkar serta mengungkap semua pegiat dan pelaku korupsi…!!!! Tetapi apabila SBY hanya banyak cincong (tidak melakukan terobosan apa-apa seperti yang dimaksud), maka JANGAN SALAHKAN jika saat ini mata publik menyorot tajam ke diri SBY sambil berkata: “jangan-jangan tuan Presiden juga terlibat..???”

Sangat disayangkan, karena ketika sorotan tajam mata publik tersebut sudah mengarah kepada kebenaran, DPR dan MPR (juga dengan lembaga hukum lainnya) justru nampaknya juga hanya “bencong” (benyai dan congak). Benyai artinya terlalu “lembek”, dan congak artinya hanya mampu mengangkat dan menunduk-nundukkan muka (kepala), karena tak berkutik dan tak berani mengambil langkah tegas atas seluruh indikasi yang sesungguhnya telah terang benderang terlihat di depan mata.

Jika memang DPR-MPR dan lembaga hukum lainnnya tak ingin disebut “bencong”, atau kalau memang DPR-MPR dan lembaga hukum lainnnya ingin disebut lembaga yang paling di depan dalam hal pemberantasan korupsi, maka…. SEGERALAH lakukan terobosan atas nama rakyat, misalnya, BANTU dan LINDUNGI KPK dalam membongkar serta mengungkap semua pelaku dan pegiat korupsi…!!!!

Tetapi apabila DPR-MPR dan lembaga hukum lainnnya hanya tetap benyai dan congak (tidak melakukan terobosan apa-apa seperti yang dimaksud), maka JANGAN SALAHKAN jika saat ini mata publik pun menyorot tajam ke diri DPR-MPR dan lembaga hukum lainnnya sambil berkata: “jangan-jangan kalian juga terlibat..???”

Sayangnya, yang paling banyak bersuara dan mendesak melalui gerakan saat ini hanyalah dari rakyat yang terdiri dari sejumlah LSM anti-korupsi. Yakni di antaranya ICW= Indonesian Corruption Watch, KoMpAK= Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi, GeRAK= Gerakan Rakyat Anti Korupsi, For-GeBRAK= Forum Gerakan Barisan Rakyat Anti Korupsi, Pukat= Pusat Kajian Anti Korupsi, S@MAK=Solidaritas Masyarakat Anti Korupsi, GeMPita= Gerakan Masyarakat Peduli Harta Negara, OAK= Organisasi Anti Korupsi, SorAK= Solidaritas Gerakan Anti Korupsi, MTI= Masyarakat Transparansi Indonesia, TII= Transparency International Indonesian, dan lain sebagainya.

Ada juga sejumlah tokoh-tokoh nasional pemberani yang turut giat mengumandangkan dan menyerukan agar KPK segera menuntaskan dugaan kasus korupsi yang melibatkan banyak elit dan pejabat di negeri ini. Tokoh-tokoh itu di antaranya adalah Rizal Ramli (Ketua Aliansi Rakyat untuk Perubahan-ARuP), Fadjroel Rahman (Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi-Kompak), KH. Hasyim Muzadi (Tokoh lintas agama Asia), Ratna Sarumpaet (Ketua Presidium Majelis Kedaulatan Rakyat Indonesia-MKRI), dan lain-lainnya.

Rizal Ramli bahkan mendesak KPK agar tidak segan-segan “mengamputasi kepala ikan busuk”. Sebab, menurutnya, ikan busuk itu dimulai dari kepala, bukan dari ekornya. Bukan cuma itu, aktivis 77/78 ini juga meminta KPK agar tidak mengulur-ulur kasus Century, IT KPU, Hambalang, dan lain sebagainya.

Fadjroel Rahman pada 2011 juga sempat mencukur rambutnya hingga berkepala gundul di halaman depan gedung KPK. Selain untuk memenuhi nazarnya karena Nazaruddin telah tertangkap dari pelariannya kala itu, Fadjroel juga mengaku sengaja berkepala gundul sebagai kado ulang-tahun SBY pada September 2011 yang lalu.

Kembali mengenai Presiden SBY “Banci” dan DPR-MPR “Bencong”. Pada tahun lalu, seperti dilansir Republika, di Bandung ternyata ada waria, Anggie yang telah menyebut Presiden SBY dan DPR-MPR lebih banci. Saat itu, ia turut bergabung dalam aksi unjuk-rasa menolak kenaikan BBM dan mengecam kebijakan Pemerintah SBY. Ia menilai SBY seperti banci. Bukan hanya SBY yang disentil dalam orasinya, tetapi juga DPR dan MPR.

Benarkah SBY “banci”..??? “Kalau SBY banci, dandan dong seperti saya,” teriak Anggie melalui corong orasi yang diikuti ledakan tawa dari para pendemo, seperti dikutip oleh suarapembaruan.

Nampaknya memang, banci yang mencari nafkah secara halal (misalnya bekerja di salon kecantikan) atau bahkan sebagai pengamen jalanan guna mempertahankan hidupnya itu lebih patut kita hargai, daripada presiden atau pejabat negara yang hidup kaya dan serba berkelebihan tetapi hanya berasal dari hasil korupsi..?!!
———————

Salam PERUBAHAN…!!!

Rabu, 16 Oktober 2013

Ini Dampaknya Jika SBY Benar-benar Pembohong

[RR1online]:
SILAKAN dijelajahi sendiri di dunia maya. Di sana, hanya dengan mengetik: “SBY Suka Bohong Ya”, maka akan bermunculan banyak (misalnya, pencarian di google) tentang SBY yang sejak menjadi presiden telah melakukan banyak kebohongan.

Bahkan saking seringnya berbohong, ada sumber yang menyebut, bahwa SBY telah berbohong sebanyak 999 kali. Angka 999 ini, tentu saja hanya mewakili makna yang menerangkan bahwa SBY memang “sering” berbohong. Kebohongannya itu diklasifikasi menjadi: kebohongan lama, kebohongan agak lama, dan kebohongan baru.

Kebohongan lama misalnya, SBY diduga telah melakukan kebohongan dan boleh dikata sebagai penipuan besar, yakni dengan membohongi negara saat pertama kali masuk mendaftar di Akabri (Sekarang Akmil). Saat itu, menurut forum.kompas.com, SBY ternyata telah memiliki seorang istri dan dua anak putri yang harus disembunyikan identitasnya, sebab Akabri tidak menerima calon Taruna yang telah beristri. Demi itu pun, SBY sudah mulai berani membohongi negara, juga tentunya membohongi Tuhan. Jika hal ini benar, maka memang SBY sungguh “terlalu”.

Kebohongan agak lama misalnya, mengenai angka kemiskinan. Pemerintah berkali-kali menyatakan telah berhasil mengurangi kemiskinan. Tetapi faktanya, penduduk yang layak menerima beras untuk rakyat miskin (Raskin) maupun penduduk yang berhak menerima layanan kesehatan bagi orang miskin (Jamkesmas), tidaklah drastis berubah.

Kebohongan baru misalnya, SBY berkali-kali pula mengatakan, pejabat atau menteri yang lebih fokus mengurus parpolnya lebih baik mengundurkan diri saja. Padahal, SBY sendirilah yang justru dinilai lebih fokus mengurus partainya. Ini terbukti dengan berhasilnya SBY menduduki diri sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, lalu bergegas menggelar Konvensi Capres di saat negara masih dililit banyak persoalan. Begitu juga dengan ajakan untuk “Katakan Tidak Pada Korupsi”, padahal saat ini malah sorotan tajam mata publik melihat korupsi justru bersarang di dalam istana.

Dan kebohongan yang sangat baru, yakni beberapa hari lalu terjadi penudingan SBY dengan sangat marahnya memvonis 1000%…2000% Lutfhi Hasan Ishaaq (LHI) sebagai pembohong. Dan boleh jadi, seluruh pengamat dan analis serta tokoh nasional pergerakan pun terbahak-bahak dengan sikap SBY yang mendadak bagai “cacing kepanasan” itu. Rizal Ramli menyebut sikap SBY ini hanya merendahkan dirinya sendiri sebagai presiden. Sebab, menurut Rizal Ramli, jika presiden sudah emosi begitu tentulah ada apa-apanya.

Katakanlah LHI misalnya memang bersalah, tetapi keterangan-keterangannya di dalam sidang belum tentu adalah bohong. Yang bisa memvonisnya berbohong atau tidak, itu hanyalah Majelis Hakim, bukan presiden!

Dan semua dugaan kebohongan SBY ini sebetulnya sudah menjadi persoalan yang amat SERIUS, bahkan sangat serius. Sehingga seluruh rakyat Indonesia amatlah mengharapkan agar dapat (segera) secepatnya dibongkar.  Iwan Fals bilang: “Bongkar Kebiasaan Lama…!!!”

Olehnya itu, sebelum terlambat, Presiden SBY pun diajak segera ‘bertobat’ untuk tidak lagi meneruskan kebiasannya membohongi dan mengelabui masyarakat. Sebab, jika tidak, maka ini akan memunculkan banyak dampak negatif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, baik bagi rakyat Indonesia maupun bagi diri SBY sendiri, yakni:

A. Dampak Secara Umum
1. Saya yakin, jika punya presiden yang doyan berbohong, maka Indonesia tidak akan mengalami kemajuan sebagaimana yang dicita-citakan oleh rakyat Indonesia.

2. Jika presiden sudah diketahui gemar berbohong, maka saya yakin anak-anak Indonesia pun banyak yang tidak segan-segan ikut “gemar” berbohong.

3. Negara yang memiliki seorang presiden yang berani berbohong, maka negara itu juga akan pasti dibohongi oleh negara-negara lain. Artinya, negara-negara lain tak akan mengalami kesulitan sedikit pun untuk ikut-ikutan membohongi rakyat Indonesia ketika menginginkan sesuatu di negeri ini, sebab diketahui presidennya pun pandai berbohong.

4. Jika presiden yang diberi amanah sebagai pemimpin rakyat itu menggunakan kekuasaannya untuk salah satunya membohongi rakyatnya, maka Tuhan pun pasti murka dengan memperlihatkan berbagai macam PERINGATAN. Dan jangan dikira, peringatan Tuhan yang telah terjadi itu hanya sebatas kecelakaan, musibah, atau bencana alam semata. Tidak, sekali lagi TIDAK! Misalnya, tsunami; tanah longsor; banjir; kecelakaan di darat, di laut serta di udara;   dan masih banyak lagi.

B. Dampak Secara Khusus
1. Jika punya presiden yang gampang berbohong, maka logika dan intuisi saya berkata, bahwa perbuatan tercela lainnya pun pasti bisa dengan gampang dilakukan oleh presiden (misalnya, korupsi).

2. Saya yakin, jika presiden sudah diketahui banyak berbohong, maka tentu banyak pula pejabat-pejabat lainnya di negara ini yang ikut berani berbohong.

3. Jika punya presiden yang mampu berbohong, maka Rakyat Indonesia jangan berharap Pemilu 2014 bisa menghasilkan Pemilu yang berkualitas baik. Sebab, boleh jadi dari awal tahapan-tahapan untuk Pemilu tersebut juga sudah mengandung kebohongan besar. Kalau tidak percaya, bisa dibongkar data-data KPU yang tidak becus dan berantakan itu. Dan coba desak DKPP untuk juga ikut berkata jujur bahwa sesungguhnya terindikasi parpol yang lolos hanya satu parpol saja dalam tahapan verifikasi, yakni Nasdem.

4. Jika kita tetap memiliki presiden yang pandai berbohong, maka saya yakin, orang-orang jujur atau yang benar-benar tegas sebagai tokoh-tokoh nasional arus PERGERAKAN PERUBAHAN seperti Rizal Ramli, Jokowi, Surya Paloh, Mahfud MD, Ahok, Yusril Ihza Mahendra serta lain sebagainya, dan mungkin juga orang “seperti” saya selalu diusahakan berada diposisi yang salah, bahkan dituding sebagai pihak yang berbohong.

Itulah dampaknya ketika kita saat ini memiliki seorang presiden yang gemar berbohong. Dan presiden seperti ini memang harus diakui sangat sulit ditumbangkan, meski sesungguhnya jika melihat kondisi seperti saat ini sudah sangat layak untuk dilengserkan. Sayangnya, ini sulit untuk dilakukan, karena boleh jadi lembaga-lembaga negara penting lainnya pun sudah ikut menjadi pembohong.

Dan hanya ada dua cara untuk menghentikan kebiasaan TERCELA (kebohongan) presiden itu. Yakni, pertama: Rakyat Indonesia bisa mendesak dengan upaya sekuat-kuatnya DPR dan MPR-RI untuk segera menjalankan Pasal 7A UUD 1945, yaitu: “Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan TERCELA maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.”

Dan jika cara pertama tak mempan, maka apa boleh buat, lakukan saja cara kedua. Yakni silakan seluruh Rakyat Indonesia BERDOA se-khusyu’-khusyunya dan setulus-tulusnya memohon agar Tuhan saja yang menangani presiden dan para pemimpin yang gemar membohongi rakyat itu. Amin..!!!

Selamat Idul Adha 1434 H, semoga sifat-sifat dan nafsu kebinatangan kita mengalir lepas bersama mengalirnya darah-darah hewan qurban di hari Idul Adha ini. Dan semoga Tuhan mengampuni dosa-dosa kita semua. Amin…!!!>map/ams

Jumat, 11 Oktober 2013

Jangan Cuma Salahkan Akil, Salahkan Juga dong Presiden!?

Kategori: Opini*
[RR1online]:
SUDAH terlalu panjang sesungguhnya perjalanan bangsa ini berada di jalur kesesatan. Dan sudah terlalu dalam sebenarnya negeri ini tenggelam di lumpur kebodohan. Serta, sudah terlalu banyak sebetulnya peringatan dari Tuhan berupa bencana yang menimpa akibat “ulah” para pemimpin di negeri ini.

Tetapi kita tidak mau sadar, atau mungkin cuma pura-pura tidak tahu, lalu hanya bisa diam dan lebih memilih berkata-kata atau bertanya-tanya di dalam hati: “…bahwa kita sesungguhnya salah memilih presiden..? Keluarga presiden (termasuk besan), kader parpolnya, hingga orang dan kerabat terdekatnya nyaris seluruhnya melakukan KORUPSI. Bahkan anak, istri dan diri presiden pun tak luput disebut-sebut disinyalir telah menggunakan kedudukannya untuk memperkaya diri sendiri, alias korup …”

Kecewaan dan kejengkelan rakyat terhadap presiden selama ini hanya bisa dipendam di dalam hati.  Rakyat cuma bisa “memberontak” dan menghujat presiden di dalam hati, mereka lebih banyak tak berani sedikit pun untuk melontarkannya di depan umum. Mereka takut dikatakan melawan konstitusi.

Tetapi di sisi lain, tidak sedikit pejabat negara (“pemegang konstitusi”) malah tega merobek-robek konstitusi itu dengan melakukan kejahatan politik demi mendapatkan kekuasaan. Lalu…masihkah rakyat disebut melawan konstitusi ketika pemimpin yang dilahirkan adalah ternyata pula dari hasil kejahatan konstitusi yang berbau politik…???

Saya ingin katakan dengan tegas, bahwa sesungguhnya negara dan bangsa kita saat ini sangat terasa sedang berada dalam pengaruh “Politik Hitam”, yakni dari partai politik yang sedang berkuasa saat ini. Rizal Ramli menyebutnya, bahwa orang baik bisa salah gaul dan bisa berbuat salah ketika berada di dalam sistem yang kini dijalankan oleh parpol tersebut. Seperti Pepatah Melayu: masuk ke dalam kandang kambing, harus ikut mengembik. Jika tidak, maka siap-siap menjadi “kambing hitam”.

Saya melihat keadilan memang benar-benar tidak terjadi di negeri ini. Ketika Soeharto berhasil dilengser karena dinilai salah satunya sangat “bebas” melahap anggaran negara, tetapi tidak sedikit yang mengakui bahwa pembangunan infrastruktur (fisik) dan psikis masih lebih nampak berjalan baik.

Dan bandingkan dengan sekarang, anggaran negara yang sudah melimpah, ditambah sokongan utang negara yang begitu besar, dan ditambah lagi dengan 1001 investor asing yang sudah menguasai SDA kita dari Sumatera hingga membentang ke Papua, tetapi kondisi rakyat kita malah terasa makin jauh dari kesejahteraan.

Padahal logikanya, dengan APBN yang setiap tahun meningkat itu, maka ekonomi rakyat juga harus ikut membaik. Tetapi sayangnya, wajah pembangunan infrastruktur saat ini boleh dikata masih jauh dari yang diharapkan, kondisi pembangunan psikis juga lebih parah dan amat memprihatinkan.

Yang berkaitan dengan psikis ini bisa dilihat dari rontoknya moral dan akhlak sebagian besar pejabatdan pemimpin di negeri ini. Kasus asusila, seperti “beraksi” dalam video porno, nonton video porno saat sidang, pelecehan seksual dan lain sebagainya. Juga kasus akhlak lainnya, misalnya melakukan korupsi, melalui mark-up, kongkalikong, suap dan lain sejenisnya. Yang kesemuanya sungguh malah menambah rakyat makin sakit hati karena merasa dikhianati dan dibohongi oleh para pejabat (pemimpin) di negeri ini.

Bukan hanya pejabat (pemimpin) yang kini banyak rusak moral dan akhlaknya. Sejauh ini kita juga sudah banyak menyaksikan kebrutalan sejumlah masyarakat, misalnya tawuran pelajar, perkelahian antarwarga, perampokan, pemerkosaan, aksi teroris dan lain sebagainya.

Mengetahui serta menyaksikan semua fenomena dan kondisi buruk tersebut, tentu memaksa banyak pihak untuk kembali bertanya-tanya dalam hati: “…apakah semua itu adalah hasil pembangunan yang telah diukir oleh pemerintah yang berkuasa saat ini..??? Dan mengapa sampai semua itu bisa terjadi…???”

Untuk menjawabnya, saya hanya cukup memunculkan satu sisi yang menjadi unsur substansinya. Bahwa kita semua sepakat, bahwa segala tindak-tanduk dan ucapan pemimpin itu  selalu menjadi patokan serta contoh bagi rakyatnya. Jika pemimpin berbuat korup, maka kecenderungannya tentu akan DIIKUTI dan DICONTOHI oleh bahawannya (orang-orang di bawahnya). Sehingga tak keliru kiranya jika Rizal Ramli mempopulerkan istilah, bahwa ikan busuk itu dimulai dari kepalanya, bukan dari ekornya. Coba kalau kepalanya tidak busuk, maka tubuh hingga ekornya pun diyakini tidak akan busuk.

Sebab logika berpikir saya juga mengarah kepada suatu pemahaman, bahwa apa mungkin Nazaruddin, Angelina Sondakh, Andi Mallarangeng, Anas Urbaningrum, Rudi Rubiandini, Akil Mochtar, dan para terduga pelaku korupsi lainnya bisa seberani itu melakukan korupsi…??? Bukankah ibarat seorang anak bisa melakukan sebuah perbuatan karena lebih banyak mendapat contoh dari orangtuanya???

Jangan lupa, kita sudah lama menantikan adanya pemimpin yang Ing Ngarso Sung Tulodo. Yakni seorang pemimpin (presiden) yang mampu memberikan suri teladan yang baik bagi orang-orang di sekitarnya. Tapi, istilah inilah sepertinya yang belum bisa diperlihatkan oleh presiden kita melalui parpolnya itu. Sebab, kita tentu amit-amit dan tidaklah ingin sama sekali mencontoh (meneladani) apa yang sedang “terlihat” di tubuh parpol penguasa saat ini.

Mereka yang telah terjerat dalam kasus tindak pidana korupsi tersebut (termasuk kepala daerah), menurut saya, secara psikologis adalah merupakan “produk” dari “percontohan”, bukan “proses percontohan”. Sebab saya yakin, mereka-mereka tersebut adalah orang-orang yang sangat paham dengan hukum, tetapi di sisi lain mereka (sekali lagi secara psikologis) lebih memilih untuk tunduk pada “atasan”. Mereka bisa “tertarik” untuk pula melakukan sesuatu ketika sesuatu itu dilakukan oleh atasan. Dan mereka juga tidak  akan segan-segan melakukan sesuatu hal, meski itu menabrak aturan, karena (secara psikologis) mereka merasa terlindungi oleh “sang atasan” yang mereka ketahui juga berbuat hal serupa.

Mereka yang tertangkap, tersangka maupun terdakwa kasus korupsi saat ini hanya lebih pantas disebut “Korban Percontohon”. Ibarat anak yang terpaksa tertangkap mencuri karena ia tahu ayahnya juga seorang pencuri. Dari sini, kita jangan hanya larut menyalahkan si anak atas perbuatannya tersebut, lalu melupakan dan mungkin pura-pura tidak tahu bahwa sesungguhnya kesalahan itu harus bisa lebih ditimpakan kepada sang ayah yang telah memberikan contoh buruk terhadap anaknya.

Anak yang rajin beribadah dan tidak akan tertarik untuk ikut membantu ayahnya sebagai pencuri hanya lebih banyak terjadi di sinetron. Hmmm…. apakah juga mungkin, seorang presiden berani ditangkap karena korupsi hanya juga terjadi di dalam film…??? Tetapi setidaknya “film” inilah yang sedang sangat dinanti-nantikan penayangannya oleh seluruh rakyat Indonesia…!!!! Namun jika KPK tak berani, maka KPK juga patut diduga hanya sedang bermain film…?!?

Akhirnya, sebagai sesama orang Makassar, kutitipkan pesan untuk khususnya buat Abraham Samad selaku Ketua KPK: “...Paenteng-ki Siri’, Saribbattang. Saba’, Sikali-jaki antu appare kodi ri KPK, maka kodingasemmi antu arenna tau Mangkasara-ka. Jari, ngu’rang-ngu’rangi-ki Saribbattang, erang baji-bajiki kalenta, pabajiki jappanta. InsyaAllah..Karaeng Ata ‘ala nasareantongki kabajikan ri-lino sagang ri-akhera’….”

Artinya: “….Tegakkan rasa malu, Saudara. Sebab, sekali saja berbuat jelek di KPK, maka jeleklah itu semua nama orang Makassar. Jadi, ingat-ingatlah Saudara, pandailah membawa diri, perbaiki langkah. InsyaAllah…Tuhan akan memberikan kepada Anda kebaikan di dunia dan di akhirat….”
Salam Perubahan….!!!!